
MUARA GEMBONG | Bekasihariini.click
Ijazah, dokumen negara yang seharusnya dijaga seketat brankas emas, justru ditemukan tercecer di jalan. Lebih parah lagi, dokumen itu milik Ahmad Arifin bin Jaim, alumni SMP Negeri 2 Muara Gembong angkatan 2009, dan pihak sekolah secara terang-terangan mengaku lalai. Tapi yang membuat publik melongo: mereka tidak pernah melaporkannya ke polisi.
Staf kearsipan sekolah bicara blak-blakan tanpa rasa bersalah:
“Kami akui ini kesalahan kami yang lalai menyimpan dokumen negara seperti ijazah. Dulu pernah kejadian sekolah kebobolan, banyak barang hilang.”
Pengakuan itu memantik amarah keluarga korban.
“Kalau tahu ada kebobolan atau kehilangan, kenapa diam? Kenapa tidak lapor polisi? Ada apa yang ditutupi?” padahal kan surat kehilangan dari kepolisian itu sebagai bukti, jika ada permasalahan seperti ini, semprot Jaidin, kakak korban, dengan nada tajam (14/8/2025).
Namun jawaban pihak sekolah malah terdengar seperti ejekan bagi akal sehat publik.
“Kalau lapor ke pihak berwajib, tidak gampang pak, pasti ribet, banyak pertanyaan,” pokoknya ribet lah, dalih Humas SMP Negeri 2 Muara Gembong, santai.
Dalih murahan ini justru membuka pintu dugaan: Apakah sekolah takut aibnya terbongkar? Atau ada sesuatu yang lebih busuk di balik hilangnya arsip negara ini?
Menurut aturan, kehilangan arsip negara, termasuk ijazah, bukan masalah sepele. Itu wajib dilaporkan ke aparat penegak hukum. Menutupinya sama saja melawan prosedur, melawan hukum, dan melawan hak warga negara.
Sampai berita ini tayang, Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi memilih bungkam, entah karena belum tahu atau pura-pura tidak tahu. Sementara itu, masyarakat mendesak pengusutan tuntas, agar dunia pendidikan tidak menjadi sarang kelalaian yang dibungkus alasan “ribet”.
Kalau benar ingin mendidik, mulailah dari kejujuran dan tanggung jawab. Kalau tidak, diduga sekolah hanya jadi tempat mencetak generasi yang mewarisi kebiasaan buruk: menyembunyikan kesalahan dan lari dari tanggung jawab.
Reporter: Iyan
Editor: Karno


